Tuesday, September 25, 2012

CACAT BUKAN HAMBATAN SUKSES

8:31 AM 0 Comments
Kemarin ketika sedang mengikuti kuliah ruhiyah, ada yang bercerita terkait sebuah film inspiratif.

"AMMAR FILM"

Sebuah tontonan (film pendek dari Timur Tengah) yang hanya berdurasi sekitar 5-6 menit.

Bagi yang belum nonton,

bagi yang suka GALAU,

bagi yang suka berpikir PESIMIS,

bagi yang sering dihantui perasaan+pikiran yg NEGATIF,

saya sarankan buat nonton film itu sejenak, cuma bentar doank kok.

Saya yakin setelah nonton, pasti kalian akan bilang "WOW" gitu hehehe :D

Film tersebut sangat inspiratif walaupun memang banyak film inspiratif lainnya.

Di dalam film berdurasi singkat tersebut, dikisahkan seorang bernama "Ammar" yang terlahir dengan ketidaksempurnaan fisik (cacat).

Dokter pun telah memvonis bahwa Ammar hanya akan bertahan hidup paling lama sekitar 2 tahun, tidak lebih dari itu.

Meskipun demikian, orang tuanya selalu menanamkan sikap OPTIMIS dan pantang PUTUS ASA, mereka yakin ALLAH selalu ada untuk mereka, ALLAH akan menolong anak mereka, Ammar.

Ammar pun tumbuh menjadi sosok yang hebat, sangat hebat, ia tidak pernah mengeluh dengan keadaannya dan tetap bersosialisasi juga bersekolah seperti yang lainnya.

Tidak dipungkiri, dalam film tersebut juga terlihat Ammar sempat mendapatkan penolakan di bangku pendidikan dengan tidak diizinkan oleh Guru untuk mengikuti kelas karena dianggap tidak akan mampu belajar seperti anak normal.

Ammar tidak pernah menyerah...

tidak juga berkecil hati...

Ammar banyak meluangkan waktunya untuk menghapal dan mengkaji Al-Qur'an....

Ia juga sangat gemar menonton pertandingan bola dan bercita-cita menjadi seorang "Wartawan Bola" agar bisa bertemu dengan pemain-pemain hebat dunia.

Apa yang terjadi?

Apakah Ammar benar-benar hanya hidup dalam waktu 2 tahun tanpa berhasil menggapai cita-citanya?

TIDAK.

Kun Fayakun..

Allah sungguh Maha Agung...

Dengan kehendak Allah, hingga usia menginjak "DUA PULUH ENAM TAHUN" lebih dari apa yang pernah divoniskan dokter sejak ia masih bayi.

Di usianya yang ke-26 tahun, Ammar berhasil mewujudkan cita-citanya...SUBHANALLAH :D !!!!

Ia telah hafidz Al-Qur'an...

Ia LULUS SARJANA dengan predikat CUM LAUDE...

dan, Ia benar-benar menjadi WARTAWAN BOLA seperti apa yang ia inginkan...

Ammar juga telah banyak menyabet beberapa PIALA penghargaan dari segudang prestasi lainnya...

Sebuah kalimat inspiratif yang AMMAR ucapkan,"....Immaa Takhtaar, wa Immaa Tanhaar...(Kamu memilih untuk EKSIS atau kamu RUNTUH)"

Menakjubkan bukan?

Astaghfirullah, dan coba kita lihat siapa diri kita masing-masing...

Apakah kita cacat seperti Ammar?

Atau kita justru SEHAT dan NORMAL?

Apakah cita-cita terbesar kita?

Dengan kesempurnaan fisik yang Allah berikan, sudahkah kita wujudkan atau hanya angan-angan filosofi semata?

Bila tidak, bila belum, bila malu, bila merasa tidak bisa, bila ragu, bila GALAU,

Coba bercermin dari kisah inspiratif si AMMAR...

Petik hal-hal positif di sekitar kita...

Menjauhlah sejauh mungkin dari hal-hal yang negatif di sekitar kita...

Menjauhlah dari TEMAN yang NEGATIF

Menjauhlah dari orang-orang yang SUKA GALAU

Mendekatlah pada TUHAN

Mendekatlah pada apa yang bisa membuat kita berSEMANGAT

Carilah KAWAN yang POSITIF

Tulislah mimpi pada DREAM BOOK kita

dan WUJUDKAN

MOVE ON

ACTION

Agar tidak hanya hidup dalam filosofi "jika dulu....." "andai....."

Gimana??

Want You???




Friday, September 21, 2012

Mari Berkompetisi Sehat

7:08 PM 0 Comments
       Setiap minggu saya sangat suka menyaksikan tayangan program kompetisi memasak di salah satu stasiun TV  yakni "MASTER CHEF". Namun, semenjak kehadiran "Black Team" yang tadinya benar-benar sangat terpukau tiap menyaksikan tayangan tersebut dengan berbagai orang dan skill yang mumpuni dalam hal masak-memasak kini perasaan itu sedikit pudar. Bukan masalah "Black Team"-nya melainkan  "perang mulut" yang menghiasi kompetisi tersebut.

      Sungguh sangat disesalkan, kompetisi yang semestinya terlihat awesome harus ternodai dengan "perang mulut" tersebut. Ada yang saling dendam, saling menjatuhkan, saling mengejek skill masing-masing bahkan tidak jarang juga pernah terlontar kata-kata kotor (walaupun kadang disensor) yang mana itu bisa saja menjadi ancaman buruk bagi pelaku kompetisi bila dinilai dari segi attitude-nya.

        Lantas di manakah makna kompetisi yang sehat itu berada bila kenyataannya masih saja ada pelaku kompetisi yang suka  saling"berperang mulut" seperti itu? Ditambah lagi ajang tersebut selalu up to date ditayangkan di media elektronik.

         Bisa jadi orang-orang yang tadinya terpukau dengan tayangan tersebut justru semakin salah arah dalam menanggapi, memandang bahwa acara tersebut menarik dengan adanya "saling kritik" di antara para peserta kompetisinya. 

            Alangkah semakin "amazing" jika program tersebut tidak diembel-embeli dengan hal-hal seperti itu sebab tontonan itu merupakan bagian kecil sebuah ilustrasi "modelling" bagi siapapun yang melihatnya. Dengan kata lain, tontonan itu juga merupakan sebuah tuntunan. Bisa menjadi tuntunan baik ataupun buruk tergantung dari isi dan kualitas yang tersusun di dalamnya.

           Tidak ada gunanya berkompetisi jika sesama rival saling menjatuhkan dengan "kata-kata yang buruk", sifat dendam dan tidak mau menghargai karya masing-masing kompetitor. Kompetisi bukanlah mengajarkan makhluk untuk saling menjatuhkan, saling menghina, apalagi sampai dendam. 

              Masih ada kompetisi yang sehat, yang benar-benar mengajarkan kita esensi dari kompetisi itu sendiri, mengajarkan berbagai pelajaran berharga dari setiap komponen yang dilombakan, mengajarkan kita tentang kesabaran, manajemen waktu, manajemen sikap, hati bahkan lebih dari itu, kita dapat mengambil hikmah berupa jalinan ukhuwah (persaudaraan) antar sesama kompetitor walaupun kita berdiri sebagai seorang rival (lawan) dan satu hal lagi adalah mengajarkan kita bagaimana menghargai usaha/karya dari tiap-tiap kompetitor termasuk kita sendiri. Seorang rival kompetitor bukanlah seorang musuh. 

            Jika semua hal itu dicoreng dengan hal buruk, meskipun dianggap kecil namun bisa saja semakin lama justru akan semakin menumpuk dan akibatnya hanya akan mendatangkan "penyakit hati" dan lebih parahnya lagi, apa yang kita lakukan bisa saja menjadi sia-sia dan tidak bernilai apa-apa untuk kita.

           Jadi, mau pilih yang mana, berkompetisi secara jujur dan sehat atau berkompetisi diiringi dengan keburukan yang hanya sia-sia??? 

Thursday, September 20, 2012

Meniti Kesuksesan Bersama Mereka

7:47 PM 0 Comments

Hari ini dapet pesan singkat dadakan dari sebuah instansi untuk undangan seleksi kerja dari lowongan yang dimasukkan akhir bulan lalu bahwa seleksi dilaksanakan besok pagi di Jawa Tengah. Walhasil, saya akhirnya didiskualifikasi karena masalah waktu dan jarak yang terlampau jauh, yang tidak nutut untuk membawa saya ke tempat tersebut.

Sedih, iya tetapi aku merasa bersyukur di sela-sela itu sebelumnya saya udah mendapatkan peluang besar di tempat tinggal saya untuk sebuah visi yang lebih mulia dibandingkan seleksi kerja tersebut. Sangat bersyukur karena Allah telah menjawab doa-doa saya di tengah penantian demi mendapatkan sebuah pekerjaan.

Mungkin inilah jalan yang Allah tunjukkan. Beberapa hari yang lalu, saya dikontak oleh seorang dosen yang juga merupakan kakak dari adik tingkat yang masih kuliah di UMM juga. Rupanya mereka sejak bulan ramadhan lalu sedang gencar mencari lulusan psikologi yang akan ditempatkan mengajar di salah satu fakultas yang juga terdapat beberapa mata kuliah psikologi tambahan di dalamnya. Walhasil, karena kami belum dipertemukan dalam jangka waktu dua bulan yang lalu tersebut, mereka akhirnya mengambil dosen luar biasa dari Makassar, namun itu pun masih sangat minim. Rupanya dosen LB tersebut hanya punya waktu pertemuan kelas sebanyak 6 kali pertemuan dalam satu semester disebabkan beliau juga adalah praktisi di Makassar sehingga kinerjanya dirasakan kurang maksimal. Hasil yang kurang maksimal tersebut menyebabkan para mahasiswa yang identik dengan sebutan "mahasiswa buangan" tersebut semakin tidak keruan. Mereka sama sekali tidak mendapatkan apa-apa dari apa yang selama ini diajarkan kepada mereka akibat keterbatasan SDM di lembaga tersebut. Ditambah lagi dengan berbagai permasalahan yang sangat complicated dari tiap-tiap mahasiswa/i nya baik masalah personal hingga masalah keluarga yang berkaitan dengan pola asuh bahkan ada pula mereka yang disia-siakan oleh orang tua mereka sehingga memilih untuk membiayai kuliah mereka sendiri dengan cara bekerja di sela-sela waktu kosong saat kuliah bahkan itupun sempat membuat mereka bolos karena harus mencari uang demi bertahan hidup. Mendengar keluhan dari kisah-kisah memilukan para dosen dan mahasiswa/i tersebut, saya baru menyadari mungkin inilah jalan yang harus saya tempuh. Saya yakin Allah mengutus saya untuk berada di sekeliling mereka akan ada banyak pelajaran hidup yang bisa saya peroleh dari mereka.

Dan saya juga mengerti sekarang, untuk sukses pun tidak selamanya harus berada di antara gedung mewah, orang-orang berdasi dan berjas mahal, justru berada di antara mereka yang dianggap kecil, kita juga bisa menjadi sukses dan besar, tidak hanya untuk diri sendiri melainkan juga membantu mereka yang dianggap kecil menjadi pribadi yang akan BESAR pada masanya masing-masing. Amiin, insyaAllah. Apapun yang akan dijalani ke depan semoga bisa tetap istiqomah dan bisa memberikan segala daya upaya yang maksimal sehingga hasilnya pun juga bisa maksimal.

Yap tetap optimis, ALLAH selalu ada untuk kita yang juga selalu ada untuk-NYA..Sabar untuk menanti kesuksesan yang besar dengan melakukan hal-hal kecil tapi memberikan pengaruh yang besar.

GANBAREEE CHINGU !!!!!

Friday, September 7, 2012

Asyiknya Jalan Kaki

7:32 PM 0 Comments

Ini kutulis pada hari Kamis, 6 September 2012. Flashback ke belakang ada banyak banged pengalaman menarik yang pernah kuperoleh selama masa kuliah. Aku pengen menuangkannya lagi. Salah satunya tentang 'jalan kaki'. Haha judulnya kedengarannya gak  jual banged ya hehe. Dulu waktu semester pertama kuliah, aku belum punya kendaraan sendiri. Lebih dari itu aku numpang tinggal di rumah adik bapakku yang letaknya jauh di belakang kampus. Mau gak mau harus benar2 menej waktu. Apalagi angkot di daerah situ tuh ya lewatnya itu pake waktu-waktu tertentu ibarat nungguin bus di Korea gitu. Tetapi ini lebih parah, lewatnya hanya setiap jam delapan pagi, dhuhur dan terakhir lewat tuh jam tiga sore. So, mau tidak mau kalo ada jadwal kuliah pagi banget, aku biasanya nebeng berangkat sama pakde, kalau berangkat siang, harus jalan kaki ngelewatin sawah yang terbentang sekitar 2 Km yang menghubungkan antara rumah tanteku dengan daerah belakang kampus. Itu setidaknya jalan potong yang lebih cepat daripada harus jalan kaki lewat jalur utama.

Oke, tanpa berpikir panjang aku berangkat menyusuri jalan tersebut. Sejenak kupikir jalanan itu tuh menyeramkan apalagi kalau jalan kaki sendirian. Dengan modal bismillah, meski hati rada dag dig dug yaa mau gimana lagi. Eh, tapi ketika berjalan kaki menyusuri pematang sawah itu ya, aku ngerasain suasana yang beda banget. Adem banget rasanya lewat situ, pemandangan hamparan sawah yang luas, penuh nuansa hijau kekuningan, bisa menghirup udara sejuk yang bebas polusi, bisa ngelihat langsung petani yang sedang kerja dan bisa foto-foto juga, hehehe. Semua kelelahan akibat jalan kaki sejauh 2 kilo dalam waktu 30 menit itu terbayar dengan suasana adem tadi. Heum, yaa apa boleh buat sih nyampe kampus harus bermandian keringat tapi nggak apa-apa lah yang penting aku bisa nyampe di tempatku menuntut ilmu sembari berolahraga (kan sehat tuh kalo jalan kaki).

Pernah juga nih ini kisahnya pas waktu pulang kuliah di musim UTS (Ujian Tengah Semester). Biasanya kalo aku pulang nih minta tolong mbak-ku atau mas-ku yang jemputin. Hari itu di rumah mbak-ku sedang nggak ada motor dan mas-ku pulangnya malam. Walhasil aku udah nyoba gitu ya nungguin angkot meskipun aku udah tahu jam-jam nanggung segitu tuh nggak ada angkot yang bakal lewat. Mana mataharinya terik banget lagi. Memang sih ada jalan tikus ke pematang sawah itu tapi jalanan di sekitar sawah penuh dengan lumpur dan aku nggak mungkin lewat situ. Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan kaki melalui jalur utama. Bayangin aja tuh, jalanannya naik turun-naik turun. Pada 10 menit pertama menyusuri jalanan yang mendaki sih nggak masalah, oke kudu sabar. Namun ketika menyusuri jalanan rata nan berlubang yang juga dipenuhi dengan pemandangan sawah di kiri kanan jalan itu rasanya....ampun panas banget, rasanya sekujur tubuh ini tuh udah terpanggang matang. Dan lebih dramatisnya lagi, sepatu ujian yang baru saja aku beli, meskipun harganya memang sedikit lebih murah tapi akhirnya jebol juga. Gimana nggak jebol, jalanannya berbatu dan sedikit menurun gitu. Mau buka sepatu tapi kalo nyeker yang ada malah kakiku yang melepuh kena terik matahari. Heuum, benar-benar perjuangan pulang yang penuh cobaan. Akhirnya sampe juga di rumah. Nggak tahunya perjalanan itu memakan waktu hampir satu jam. Aku jadi kepikiran, yaa meski demikian, kudu bersyukur juga sih karena masih banyak di luar sana yang lebih menderita daripada aku.

Finally, semester dua aku udah dibelikan motor sehingga lebih mempermudah akses menuju kampus dan ke tempat lain yang diperlukan. Dan, ketika aku memutuskan untuk nge-kost bersama dengan kru kontrakan Siti Hajar, aku masih sangat senang berjalan kaki. Selain itu, tempat kost teman sekelasku pun lumayan tidak terlalu jauh dari kontrakanku sehingga aku sering ke kost dia hanya dengan berjalan kaki menyusuri gang-gang kecil. 

Rata-rata teman-teman di kontrakan pun tidak mempunyai kendaraan sehingga setiap berangkat atau pulang kuliah sudah pasti berjalan kaki melewati gang-gang kecil yang menjadi jalan tikus menuju kampus. Lumayan juga sih jaraknya. Tapi kalo pake motor, nggak nyampe 10 menit udah sampai gerbang kampus kok. Kadang aku juga nebengin teman-teman kontrakan jika mereka butuh tumpangan. Bahkan pernah juga tuh ada adek kontrakan yang ngotot banget maksa minta anter saking takut telat datang syuro' (musyawarah/rapat, biasa dilakukan oleh aktivis organisasi di kampus) yang biasanya diadakan setiap jam 6 pagi, itu khusus untuk lembaga dakwah yang dia masukin sih, kalo aku nggak sampai segitu paginya kok kalo ikut syuro' kecuali kalo akan ngadain event-event besar dan penting, berangkatnya pasti pagi-pagi buta. Hahaha, but no matter. Karena kami semua adalah aktivis dakwah kampus jadi satu sama lain wajib untuk saling menolong, hehehe. 

Oiya, so far, berjalan kaki itu sangat menyenangkan kok sebenarnya. Bisa ngirit ongkos angkot dan bensin, hehehe. Itulah trik yang biasa kulakukan ketika aku harus berhemat sebab uang di dompet menipis. Ya, tapi nggak semua tempat harus diakses dengan berjalan kaki juga kan. Kan nggak lucu kalo mau ke stasiun kereta dari rumahnya jalan kaki, hahaha yang ada bakal ketinggalan kereta tuh. Selain itu, dengan berjalan kaki, apalagi kalo berangkat kuliah pagi-pagi, aku bisa menemukan banyak hal-hal unik di pinggir jalan yang kulewati. Aku bisa melihat si bapak pengangkut rumput liar yang rajin, disiplin dan ulet yang hanya muncul sekitar jam 6 pagi saja. Bahkan aku juga pernah tuh ketemu sama seorang perempuan yang terlihat seperti penyandang skizofrenia di pinggir toko. Waktu itu dia berseru padaku dengan mengatakan,"hati-hati mbak di situ tuh banyak orang gila,"(sambil nunjuk gedung tua di seberang jalan yang dianggap tempatnya orang gila padahal dia nggak menyadari keadaan dirinya sendiri). Kasian juga sih karena nggak ada dinsos yang mau menjangkau wilayah situ tapi tetap aja ak rada ngeri juga waktu itu saking kagetnya, pagi-pagi buta gitu ternyata ada yang nyapa aku, kupikir tadinya nggak ada siapa-siapa. Hahahaha.

Heum, seru deh jalan kaki itu. Sampai sekarang aku selalu merindukan berjalan kaki seperti yang pernah kulakukan semasa kuliah dulu.